Rabu, 23 November 2016

LP (LAPORAN PENDAHULUAN) - ISPA (INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT)

Laporan Pendahuluan
Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Diagnosa Medis
ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut)

A.    Konsep Dasar Penyakit

1.      Definisi
ISPA adalah penyakit infeksi yang sangat umum dijumpai pada anak-anak dengan gejala batuk, pilek, panas atau ketiga gejala tersebut muncul secara bersamaan. (Meadow, Sir Roy. 2002)
ISPA (lnfeksi Saluran Pernafasan Akut) yang diadaptasi dari bahasa Inggris Acute Respiratory hfection (ARl) mempunyai pengertian sebagai berikut:
a. Infeksi adalah masuknya kuman atau mikoorganisme kedalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.
b. Saluran  pernafasan adalah organ mulai dari hidung hingga alfeoli beserta organ secara anatomis mencakup saluran pemafasan bagian atas.
c. Infeksi akut adalah infeksi yang berlansung sampai 14 hari. Batas 14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang digolongkan ISPA. Proses ini dapat berlangsung dari 14 hari. (Suriadi, 2001)
ISPA adalah penyakit yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan adneksanya, seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura. ISPA umumnya berlangsung selama 14 hari. Yang termasuk dalam infeksi saluran nafas bagian atas adalah batuk pilek biasa, sakit telinga, radang tenggorokan, influenza, bronchitis, dan juga sinusitis. Sedangkan infeksi yang menyerang bagian bawah saluran nafas seperti paru itu salah satunya adalah Pneumonia. (WHO)

2.      Epidemiologi
Berdasarkan DEPKES (2006) juga menemukan bahwa 20-30% kematian disebabkan oleh ISPA. Faktor penting yang mempengaruhi ISPA adalah pencemaran udara. Adanya pencemaran udara di lingkungan rumah akan merusak mekanisme  pertahanan paru-paru sehingga mempermudah timbulnya gangguan  pernapasan. Tingginya tingkat pencemaran udara menyebabkan ISPA memiliki angka yang paling banyak diderita oleh masyarakat dibandingkan  penyakit lainnya. Selain faktor tersebut, peningkatan penyebaran penyakit ISPA juga dikarenakan oleh perubahan iklim serta rendahnya kesadaran  perilaku hidup bersih dan sehat dalam masyarakat. maka di dalam makalah ini akan dijabarkan secara lengkap semua hal yang berkaitan dengan ISPA.

3.      Etiologi
Etiologi ISPA terdiri dari 300 jenis bakteri, virus dan richetsia. Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah dari genus Streptococcus, Staphylococcus, Pneumococcus, Haemophylus, Bordetella dan Corinebacterium. Virus penyebab ISPA antara lain adalah golongan Miksovirus, Adenovirus, Coronavirus, Picornavirus, Micoplasma, Herpesvirus dan lain-lain. (Suriadi, 2001)

4.      Klasifikasi
Program Pemberantasan ISPA (P2 ISPA) mengklasifikasi ISPA sebagai berikut:
a. Pneumonia berat : ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding dada kedalam (chest indrawing).
b. Pneumonia : ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat.
c. Bukan pneumonia : ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa disertai demam, tanpa tarikan dinding dada kedalam, tanpa napas cepat. Rinofaringitis, faringitis dan tonsilitis tergolong bukan pneumonia. (Rasmaliah, 2004)

5.      Tanda dan gejala
a.       Tanda dan gejala dari penyakit ISPA adalah sebagai berikut :
1)      Batuk
2)      Nafas cepat
3)      Bersin
4)      Pengeluaran sekret atau lendir dari hidung
5)      Nyeri kepala
6)      Demam ringan
7)      Tidak enak badan
8)      Hidung tersumbat
9)      Kadang-kadang sakit saat menelan
b.      Tanda-tanda bahaya klinis ISPA :
1) Pada sistem respiratorik adalah : tachypnea, napas tak teratur (apnea), retraksi dinding thorak, napas cuping hidung, cyanosis, suara napas lemah atau hilang, grunting expiratoir dan wheezing.
2) Pada sistem cardial adalah : tachycardia, bradycardiam, hypertensi, hypotensi dan cardiac arrest.
3) Pada sistem cerebral adalah : gelisah, mudah terangsang, sakit kepala, bingung, papil bendung, kejang dan coma.
4) Pada hal umum adalah : letih dan berkeringat banyak
(Naning R, 2002)

6.      Patofisiologi
Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus dengan tubuh. Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan menyebabkan silia yang terdapat pada permukaan saluran pernafasan  bergerak ke atas mendorong virus ke arah faring atau dengan suatu tangkapan refleks spasmus oleh laring. Jika refleks tersebut gagal maka virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa saluran pernafasan. (Colman, 1992). Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk kering. Kerusakan stuktur lapisan dinding saluran pernafasan menyebabkan kenaikan aktifitas kelenjar mukus yang banyak terdapat pada dinding saluran  pernafasan, sehingga terjadi pengeluaran cairan mukosa yang melebihi normal. Rangsangan cairan yang berlebihan tersebut menimbulkan gejala  batuk. Sehingga pada tahap awal gejala ISPA yang paling menonjol adalah  batuk. (Colman, 1992). Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder bakteri. Akibat infeksi virus tersebut terjadi kerusakan mekanisme mukosiliaris yang merupakan mekanisme perlindungan pada saluran  pernafasan terhadap infeksi bakteri sehingga memudahkan bakteri-bakteri  patogen yang terdapat pada saluran pernafasan atas seperti streptococcus  pneumonia, haemophylus influenza dan staphylococcus menyerang mukosa yang rusak tersebut. Infeksi sekunder bakteri ini menyebabkan sekresi mukus  bertambah banyak dan dapat menyumbat saluran pernafasan sehingga timbul sesak nafas dan juga menyebabkan batuk yang produktif. Invasi bakteri ini dipermudah dengan adanya fakor-faktor seperti kedinginan dan malnutrisi. Suatu laporan penelitian menyebutkan bahwa dengan adanya suatu serangan infeksi virus pada saluran pernafasan dapat menimbulkan gangguan gizi akut  pada bayi dan anak. Virus yang menyerang saluran pernafasan atas dapat menyebar ke tempat-tempat yang lain dalam tubuh, sehingga dapat menyebabkan kejang, demam, dan juga menyebar ke saluran pernafasan  bawah. Dampak infeksi sekunder bakteri pun menyerang saluran pernafasan  bawah, sehingga bakteri-bakteri yang biasanya hanya ditemukan dalam saluran pernafasan atas, sesudah terjadinya infeksi virus, dapat menginfeksi  paru-paru sehingga menyebabkan pneumonia bakteri (Colman, 1992). Penanganan penyakit saluran pernafasan pada anak harus diperhatikan aspek imunologis saluran pernafasan terutama dalam hal bahwa sistem imun di saluran pernafasan yang sebagian besar terdiri dari mukosa, tidak sama dengan sistem imun sistemik pada umumnya. Sistem imun saluran pernafasan yang terdiri dari folikel dan jaringan limfoid yang tersebar, merupakan ciri khas sistem imun mukosa.Ciri khas berikutnya adalah bahwa imunoglobulin A (IgA) memegang peranan pada saluran pernafasan atas sedangkan imunoglobulin G (IgG) pada saluran pernafasan bawah. Diketahui pula  bahwa sekretori IgA sangat berperan dalam mempertahankan integritas mukosa saluran pernafasan. (Colman, 1992)

7.      Web of Caution (WOC) 
WOC ISPA Versi SAHABAT KEPERAWATAN
8.      Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik Difokuskan Pada Pengkajian Sistem Pernafasan
a.       Inspeksi
1)      Membran mukosa hidung-faring tampak kemerahan
2)      Tonsil tampak kemerahan dan edema
3)      Tampak batuk tidak produktif
4)      Tidak ada jaringan parut pada leher
5)      Tidak tampak penggunaan otot-otot pernafasan tambahan, pernafasan cuping hidung
b.      Palpasi
1)      Adanya demam
2)      Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah leher/nyeri tekan pada nodus limfe servikalis
3)      Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid
c.       Perkusi
1)      Suara paru normal (resonance)
d.      Auskultasi
1)      Suara nafas vesikuler/tidak terdengar ronchi pada kedua sisi paru

9.      Pemeriksaan Penunjang
a.       EKG : Hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia san kerusakan pola mungkin terlihat. Disritmia mis : takhikardi, fibrilasi atrial. Kenaikan segmen ST/T persisten 6 minggu atau lebih setelah imfark miokard menunjukkan adanya aneurime ventricular. EKG dapat mengungkapkan adanya takikardi, hipertrofi bilik jantung dan iskemik( jika disebabkan oleh AMI)
b.      Sonogram : Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam fungsi/struktur katub atau are penurunan kontraktilitas ventricular.
c.       Scan jantung : Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan pergerakan dinding.
d.      Kateterisasi jantung : Tekanan bnormal merupakan indikasi dan membantu membedakan gagal jantung sisi kanan verus sisi kiri, dan stenosi katup atau insufisiensi, Juga mengkaji potensi arteri kororner. Zat kontras disuntikkan kedalam ventrikel menunjukkan ukuran bnormal dan ejeksi fraksi/perubahan kontrktilitas.
e.       Foto thorak dapat mengungkapkan adanya pembesaran jantung, edema atau efusi fleura yang menegaskan diagnisa CHF.
f.       Elektrolit serum yang mengungkapkan kadar natrium yang rendah sehingga hasil hemodilusi darah dari adanya kelebihan retensi air.
(Nursalam M, 2002)

10.  Penatalaksanaan
Obat –obat yang digunakan antara lain :
a.       Antagonis kalsium, untuk memperbaiki relaksasi miokard dan menimbulkan vasodilatasi koroner.
b.      Beta bloker, untuk mengatasi takikardia dan memperbaiki pengisian ventrikel.
c.       Diuretika, untuk gagal jantung disertai udem paru akibat disfungsi diastolik.  Bila tanda udem paru sudah hilang, maka pemberian diuretika harus hati-hati agar jangan sampai terjadi hipovolemia dimana pengisian ventrikel berkurang sehingga curah jantung dan tekanan darah menurun.
d.      Pemberian antagonis kalsium dan beta bloker harus diperhatikan karena keduanya dapat menurunkan kontraktilitas miokard sehingga memperberat kegagalan jantung.
e.       Dukungan diet : Pembatasan Natrium untuk mencegah, mengontrol, atau menghilangkan edema.
(Arif, Muttaqin, 2012)

11.  Komplikasi
a.       Penemonia.
b.      Bronchitis.
c.       Sinusitis.
d.      Laryngitis.
e.       Kejang deman.
(Soegijanto, S, 2009)
                                                  
B.     Daftar Pustaka
Meadow, Sir Roy dan Simen. 2006. Lectus Notes:Pediatrika. Jakarta : PT. Gelora Aksara Pratama
Suriadi,Yuliani R. 2001. Asuhan Keperawatan pada Anak, Jakarta : CV Sagung Seto
Rasmaliah. 2004. “Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dan penanggulangannya” dalam http://library.usu.ac.id. 29 Januari 2010. 19:05:10 WIB
Naning R. 2002. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (Handout kuliah Ilmu Kesehatan Anak) PSIK FK UGM
DepKes RI. 2007. Direktorat Jenderal PPM & PLP. Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Jakarta
Nursalam M. 2002. Manajemen Keperawatan, Aplikasi dalam keperawatan
Perofesional. Jakarta : Salemba Medika
Muttaqin, Arif. 2012. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskular dan Hematologi. Jakarta : Salemba Medika
Soegijanto, S. 2002. Ilmu Penyakit Anak; Diagnosa dan Penatalaksanaan. Jakarta: Salemba medika

KATA KUNCI PENCARIAN :

LP ISPA
LP INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT
LAPORAN PENDAHULUAN ISPA
LAPORAN PENDAHULUAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT
ASKEP LP ISPA
ASKEP LP INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT
ASKEP LAPORAN PENDAHULUAN ISPA
ASKEP LAPORAN PENDAHULUAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT
ASUHAN KEPERAWATAN LP ISPA
ASUHAN KEPERAWATAN LP INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT
ASUHAN KEPERAWATAN LAPORAN PENDAHULUAN ISPA
ASUHAN KEPERAWATAN LAPORAN PENDAHULUAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT

Selasa, 15 November 2016

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) - MENGUKUR VITAL SIGN (PERNAPASAN, NADI, TEKANAN DARAH DAN SUHU)

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)
MENGUKUR VITAL SIGN (PERNAPASAN, NADI, TEKANAN DARAH DAN SUHU)

By : SAHABAT KEPERAWATAN

A. Pengertian

  • Mengukur pernafasan = menghitung jumlah pernafasan ( inspirasi yang diikuti ekspresi selaman 1 menit
  • Mengukur nadi = menghitung frekuensi denyut nadi ( loncatan aliran darah yang dapt teraba yang terdapat di berbagai titik anggota tubuh melalui perabaan pada nadi, yang lazim diperiksa atau diraba pada radialis
  • Mengukur tekanan darah = melakukan pengukuran tekanan darah ( hasil dari curah jantung dan tekanan darah perifer )mdengan menggunakan spygnomanometer dan stetoskop
  • Mengukur suhu = mengukur suhu tubuh dengan mengguanakan termometer yang di pasangkan di mulut, aksila dan rektal


B. Tujuan Tindakan

1. Pernafasan
  • Mengetahui kesdaan umum pasien
  • Mengetahui jumlah dan sifat pernafasan dalam rentan 1 menit
  • Mengikuti perkembangan penyakit
  • Membantu menegakkan diagnosis
2. Nadi
  • Mengetahui denyut nadi selama rentan waktu 1 menit
  • Mengetahui keadaan umum pasien
  • Mengetahui intgritas  sistem kardiovaskulr
  • Mengukuti perjalanan penyakit
3. Tekanan darah
  • Mengetahui keadaan hemodinamik pasien
  • Mengetahui keadaan kesehatan pasien secara menyeluruh
4. Suhu
  • Mengetahui suhu tubuh pasien untuk menentukan tindakan keperawatan 
  • Membantu menegakkan diagnosis

C. Tahap Persiapan

1. Persiapan Pasien
  • Berikan salam dan memperkenalkan diri
  • Identifikasi dan panggil nama pasien
  • Jelaskan prosedur dan tujuan
2. Persiapan Lingkungan
  • Menutup pintu dan jendela atau memasang sampiran
  • Keluarga dipersilahkan untuk diluar kamar
3. Persiapan Alat

a. Pernafasan

  • Stop watch atau jam tangan, pena dan buku

b. Nadi

  • Stop watch atau jam tangan, pena dan buku

c. Tekanan darah

  • Stotoskop, spygnomanometer, pena dan buku

d. Suhu

  • Termometer aksila, atau termometer mulut atau rektum, tissue, air bersih, air sabun, air desinfektan, savlon didalam bitol, pena dan buku.


4. Tahap Pelaksanaan

  • Menggunakan sarung tangan
  • Menanyakan keluhan utama melakukan penilaian sesuai dengan prosedur
  • Melakukan kegiatan sesuai perencanaan

a. Penilaian pernafasan

  • Menjelaskan prosedur kepada pasien bila hanya khusus menilai pernafasan
  • Membuka baju pasien jika perlu untukmengobservasi gerakan dada
  • Letakan tangan pada dada, mendobservasikeadaan dan kesimetrisan gerak pernafasan
  • Menentukan irama pernafasan
  • Menghitung pernafasan selama 1 menit atau 60 detik
  • Mendengarkan bunyi pernafasan, kemungkinana ada bunyi abnormal
  • Mencuci tangan

b. Penilaian denyut nadi radialis

  • Mengatur posisi pasien dengan nyaman dan rileks
  • Menekan kulit pada area arteri radialis dengan menggunakan 3 jari yang kemudian meraba denyut nadi
  • Menekan arteri radialis kuat dengan menggunakan jari-jari 1 menit atau 60 detik, jika tidakteraba denyutan, jari-jari digeser kekanan atau kekiri hingga denyut nadi dapat dirasakan
  • Denyut pertama akan terasa atau teraba kuat, jika denyut hilang rabalah, tekanlah hinggadenyut terasa kuat kembali
  • Mencuci tangan


c. Penilaian tekanan darah

  • Mnyiapkan posisi pasien
  • Menyingsingkan lengan baju pasien
  • Memasang manset 1 inchi (2,5 cm) diatas nadi branchialis ( melakukan palpasi nadi branchialis )
  • Mengatur tensi meter agar siapdipakai ( untuk tensi air raksa ) menghubungkan pipa tensi meter dengan pipa manset, menutup sekrup balon manset, membuka kunci resevoir
  • Meletakan diafragma stotoskop diatas tempat denyut nadi tanpa menekan nadi branchialis
  • Memompa balon manset ±180 mmHg
  • Mengendorkan pompa dengan cara membuka skrup balon manset hingga melawati bunyi denyut nadi yang terdengar terakhir
  • Pada saat mengendurkan pompa perahtikan bunyi denyut nadi pertama ( syistol ) sampai denyut nadi terakhir (diastol) jatuh diangka berapa sesuai dengan sekala yang ada di tensi meter
  • Jika pengukuran belum yakin, tunggu 30 detik dan lalu lengan ditinggikan diatas jantung untuk mengalirkan darah dari lengan setelah itu ulangi lagi, hingga merasa yakin dan mendapat hasil yang akurat
  • Melepaskan manset
  • Mengembalikan posisi pasien dengan senyaman mungkin
  • Mencuci tangan


d. Penilaian suhu pada aksila

  • Mengamati angka yang di tunjuk air raksa dengan benar
  • Menurunkan air raksa bila perlu
  • Mengatur posisi pasien
  • Meletakan termimeter di ketiak tangan kanan atau tangan kiri dengan posisi ujung termometer dibawah kemudian pasien disuruh menjepit termometer dengan cara tangan kanan atau tangan kiri memegang bahu secara bersilangan
  • Menunggu sekitar 5 menit
  • Mengambil termometer setelah 5 menit kemudian mengelap termometer dengan cara berputar dari urutan yang paling bersih keurutan yang paling kotor
  • Menbaca hasil pengukuran suhu yang ditunjukan air raksa dengan segera
  • Merapikan baju dan posisi pasien senyaman mungkin
  • Mencelupkan termometer dengan urutan  air savlon, air sabun dan bilas dengan sir bersih
  • Mengeringkan termometer dengan menggunakan tissue
  • Mengembalikan atau menurunkan posisi air raksa
  • Mencuci tangan

D. Dokumentasi dan Evaluasi

  • Menanyakan kepada pasien apa yang dirasakan setelah dilakukan tindakan
  • Menyimpulkan prosedur yang telah dilakukan
  • Melakukan kontrak untuk tindakan selanjutnya
  • Berikan penghargaan sesuai dengan kemampuan pasien
  • Mengakhiri kegiatan dengan memberikan salam
  • Catat seluruh hasil kegiatan tindakan dalam buku, beri waktu pelaksanaan kegiatan dan tanda tangan perawat jaga

Kamis, 10 November 2016

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) - PEMASANGAN INFUS

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)
PEMASANGAN INFUS

By : SAHABAT KEPERAWATAN

A. Pengertian
  • Pemasangan Infus merupakan pemberian sejumlah cairan ke dalam tubuh lewat sebuah jarum ke dalam pembuluh darah intra vena (pembuluh balik) untuk dapat menggantikan cairan atau zat-zat makanan dari tubuh

B. Tujuan Tindakan
  • Mempertahankan atau menganti cairan tubuh yang hilang
  • Memperbaiki keseimbangan asam basa
  • Memperbaiki komponen darah
  • Tempat memasukkan obat atau terapi intra vena
  • Rehidrasi cairan pada pasien shock

C. Tahap Persiapan

1. Persiapan Pasien
  • Berikan salam dan memperkenalkan diri
  • Identifikasi dan panggil nama pasien
  • Jelaskan prosedur dan tujuan
2. Persiapan Lingkungan
  • Menutup pintu dan jendela atau memasang sampiran
  • Keluarga dipersilahkan untuk diluar kamar
3. Persiapan Alat
  • Standar infuse
  • Set infuse
  • Cairan sesuai program medic
  • Jarum infuse dengan ukuran yg tepat
  • Pengalas
  • Torniket
  • Kapas alkohol
  • Plester
  • Gunting Kasa steril
  • Betadin
  • Sarung tangan
4. Tahap Pelaksanaan
  • Cuci tangan
  • Hubungkan cairan & infus set dengan memasukkan ke bagian karet atau akses selang ke botol infuse
  • Isi cairan ke dalam set infus dgn menekan ruang tetesan sampai terisi sebagian & buka klem slang sampai cairan memenuhi selang & udara selang ke luar
  • Letakkan pangalas dibawah lokasi (vena) yg akan dilakukan penginfusan
  • Lakukan pembendungan dengan tornikut (karet pembendung) 10 sampai 12 cm di atas tempat penusukan & anjurkan pasien untuk menggenggam dengan gerakan sirkular (apabila sadar)
  • Gunakan sarung tangan steril
  • Disinfeksi daerah yg akan ditusuk dengan kapas alcohol
  • Lakukan penusukan pada pembuluh intra vena dengan meletakkan ibu jari di bagian bawah vena da posisi jarum (abocath) mengarah ke atas
  • Perhatikan adanya keluar darah melalui jarum (abocath/surflo) maka tarik ke luar bagian dalam (jarum) sambil melanjutkan tusukan ke dalam vena
  • Setelah jarum infus bagian dalam dilepaskan atau dikeluarkan, tahan bagian atas vena dengan melakukan tekanan menggunakan jari tangan agar darah tidak ke luar. Seterusnya bagian infus dihubungkan atau disambungkan dengan slang infuse
  • Buka pengatur tetesan & atur kecepatan sesuai dengan dosis yg diberikan
  • Jalankan fiksasi dengan kasa steril
  • Tuliskan tanggal & waktu pemasangan infus serta catat ukuran jarum
  • Lepaskan sarung tangan & cuci tangan

D. Dokumentasi dan Evaluasi
  • Waktu pemasangan
  • Type cairan
  • Tempat insersi (melalui IV)
  • Kecepatan aliran (tetesan/menit)
  • Respon klien sesudah dilakukan tindakan pemasangan infuse